header

Perjalanan Keluar dari 'Jebakan' Konferensi Meja Bundar: Ketidaksetujuan Sukarno dan Pembatalan Perjanjian KMB oleh Indonesia

Jumat 18-08-2023 / 11:28 WIB


Perjalanan Keluar dari 'Jebakan' Konferensi Meja Bundar: Ketidaksetujuan Sukarno dan Pembatalan Perjanjian KMB oleh Indonesia

BURUHTINTA.co.id - Pada tanggal 27 Desember 1949, sebuah momen bersejarah terjadi ketika pemerintah Kerajaan Belanda secara resmi "menyerahkan" kedaulatan wilayah-wilayah bekas jajahannya kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun, dibalik tampilan formalitas ini, tersembunyi berbagai dinamika dan tantangan yang dihadapi, baik oleh pihak Indonesia maupun Belanda, dalam upaya mencapai kesepakatan dan penyerahan kedaulatan ini.

Keputusan untuk mengakhiri kekuasaan Hindia Belanda setelah berabad-abad menjadi sebuah kenyataan yang pahit bagi Belanda. Kehilangan wilayah-wilayah tersebut menimbulkan kegamangan dan keberatan dalam kalangan tertentu di Belanda, yang telah lama menjalankan dominasi dan kolonialisasi di wilayah tersebut.


Pada saat yang sama, Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar dengan dominasi peran Amerika Serikat (AS) juga memiliki dampak signifikan. KMB memberikan beban utang yang luar biasa besar kepada Republik Indonesia Serikat (RIS), sebuah beban finansial yang mengejutkan. Utang sebesar 4,5 Miliar Gulden yang dikenakan pada Indonesia menjadi kontroversi tersendiri. Wakil-wakil kaum republik awalnya menolak keras syarat tersebut, merasa bahwa utang semacam itu akan memberikan beban yang tidak terbayangkan pada negara yang baru merdeka.

Namun, upaya diplomasi dari pihak AS, khususnya peran H. Merle Cochran, berhasil meyakinkan para wakil Indonesia bahwa bantuan ekonomi dari AS akan segera mengikuti penyerahan kedaulatan. Meskipun dengan berat hati, para wakil Indonesia akhirnya menyetujui syarat-syarat KMB. Muncul pemahaman bahwa menjadi negara merdeka adalah prioritas utama, dan permasalahan finansial akan dapat diatasi di masa mendatang.

Namun, di balik kesepakatan resmi ini, terungkap bahwa Presiden Sukarno, tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, merasa bahwa keputusan ini tidak adil bagi Indonesia. Menurut Sukarno, Belanda telah bertindak tidak jujur dengan memberikan utang yang sangat besar kepada negara yang baru merdeka dan masih terbelakang. Meskipun Belanda bersedia memberikan pengakuan mutlak terhadap kedaulatan Republik, Sukarno merasa bahwa konsekuensi finansial yang dihadapi oleh Indonesia sangatlah berat.


×

Ketidaksetujuan Sukarno terhadap hasil KMB juga tercermin dalam sebuah diskusi dengan Bung Tomo pada tahun 1950. Bung Tomo, tokoh pahlawan nasional yang terkenal, menghadap langsung Sukarno untuk mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap KMB. Bung Tomo merasa bahwa status Uni Indonesia-Belanda yang menempatkan kedudukan Presiden di bawah Ratu Belanda adalah penghinaan terhadap Indonesia.

Sukarno dengan jujur menyatakan bahwa Perjanjian KMB harus dihapuskan. Dalam pidato yang mengingatkan pada 5 Oktober 1950, Sukarno menggambarkan KMB sebagai sumber konflik dan pertentangan, bukan sebagai solusi. Ia khawatir bahwa perjanjian ini hanya akan menjadi "dinamit di bawah jembatan yang masih rapuh", menciptakan masalah baru sebagai gantinya.

Keinginan Sukarno untuk membebaskan Indonesia dari "jebakan" KMB semakin terwujud pada Maret 1956. Indonesia secara sepihak memutuskan untuk membatalkan pemberlakuan Perjanjian KMB, setelah membayar sejumlah besar utang kepada Belanda. Keputusan ini ditindaklanjuti dengan penerbitan Undang-Undang No.13 Tahun 1956 oleh pemerintah RI, yang secara sepihak membatalkan semua aspek kesepakatan KMB, termasuk soal Irian Barat.

Dalam konteks ini, perjuangan dan ketidaksetujuan Sukarno terhadap hasil KMB mencerminkan semangat dan tekad untuk mencapai kedaulatan dan keadilan sesuai dengan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pembatalan KMB oleh Indonesia adalah langkah radikal yang menegaskan tekad negara untuk meraih kedaulatan penuh dan membebaskan diri dari beban yang dianggap tidak adil. Momen ini menjadi tonggak bersejarah yang menandai perjalanan panjang dan berliku dalam meraih kemerdekaan dan kedaulatan.***

TAG: #soekarno
Sumber:

BERITA TERKAIT