header

Implikasi Kerja Sama KPU dengan Alibaba dalam Penyimpanan Data Pemilu 2024

Sabtu 16-03-2024 / 22:16 WIB


Implikasi Kerja Sama KPU dengan Alibaba dalam Penyimpanan Data Pemilu 2024

Dalam sebuah pengakuan yang mengguncang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia telah mengungkapkan kerja sama yang mengejutkan dengan Alibaba, raksasa teknologi Tiongkok, dalam hal pengadaan dan penyimpanan awan (cloud) untuk Sistem Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) tahun 2024.

Pengakuan ini muncul dalam konteks sidang sengketa informasi antara Yayasan Advokasi Hak Konstitusional (Yakin) dan KPU, yang berlangsung di Kantor Informasi Pusat (KIP) pada Rabu, 13 Maret 2024, di Jakarta.


Lukman Hakim, perwakilan dari KPU, mengkonfirmasi keberadaan kontrak dengan Alibaba saat ditanya oleh Ketua Majelis KIP, Syawaludin. Pengakuan ini memunculkan beragam kekhawatiran terkait keamanan dan privasi data, terutama dalam konteks Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi No 27 Tahun 2022.

Pakar Telematika, Roy Suryo, dengan tegas menanggapi pengungkapan ini. Menurutnya, penempatan alamat IP Sirekap pada Alibaba.com, khususnya di Aliyun Computing Singapura, merupakan indikasi awal dari potensi pelanggaran hukum yang serius. Hal ini menjadi krusial karena data-data sensitif, seperti yang terdapat dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), sekarang berada di cloud yang berlokasi di luar negeri.

"Dengan data kita yang sudah 'obral' keluar, ini bukan lagi masalah sederhana. Ini adalah persoalan besar yang bisa merusak integritas hasil Pemilu," ungkap Roy Suryo dalam sebuah wawancara yang dikutip oleh Kilat.com dari siaran iNewstv pada Sabtu, 16 Maret 2024.


×

Suryo menyoroti potensi konsekuensi hukum dari tindakan ini. Dia menekankan bahwa pelanggaran seperti ini, terutama terkait Undang-Undang Data Pribadi, bisa mengarah pada tuntutan hukuman pidana. Namun, dampak yang lebih luas adalah potensi keraguan masyarakat terhadap keabsahan hasil Pemilu dan kemungkinan gugatan yang bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi, bahkan pada tingkat internasional.

"Dengan 202 juta penduduk Indonesia yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang disimpan dalam Silon dan Sipol dan terbukti disimpan di cloud Alibaba, ini merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan data kita," tambahnya.

Pengakuan ini membawa KPU ke dalam sorotan lebih lanjut, dengan pertanyaan yang muncul tentang kebijakan privasi dan keamanan data dalam konteks pemilu yang transparan dan adil. Hal ini menyoroti urgensi untuk memastikan bahwa data sensitif masyarakat disimpan dan dikelola dengan penuh kehati-hatian dan keamanan yang tepat dalam konteks demokrasi yang modern****

Sumber:

BERITA TERKAIT